Bumi dan Recehannya

by 05.44 0 komentar

Kala terkadang kejam, merenggut semua kebahagiaan dengan sekejap dan membuat penderitaan terasa jauh lebih lama. Dan hampir selalu demikian. Perpektif terhadap waktu kini telah berubah seiring berjalannya waktu. Dari pandangan yang menganggap waktu tak terbatas masanya menjadi terbatas karena diracuni oleh logika dan pengetahuan. Dahulu, manusia menjalani hidup tanpa mengenal apa itu waktu, berlanjut ke kehidupan dimana manusia sudah mulai mengenal pagi dan malam berlanjut lagi dimana detik menjadi satuan penting bagi waktu dan kini sekarang manusia sudah membahas tentang melawan takdir, bahwa waktu bisa diatur ulang ke masa yang sudah usang. Waktu kini dari sesuatu yang tidak penting berubah menjadi sesuatu ketakutan yang tidak pernah disadari oleh manusia. Begitu pula dengan Bumi yang hanya bisa pasrah akan kemana jarum waktu akan membawanya nanti karena semua mimpinya sudah direnggut oleh waktu. Bumi kini duduk diatas ranjangnya. Menatap ke arah jam dinding, Berharap waktu membawanya pergi. Namun sayangnya bukan begitu waktu bekerja, sehingga ia hanya berdiam ditempat dan waktu tidak membawanya kemanapun. Bumi terdiam selama satu jam, tidak melakukan dan memikirkan apapun. Ia telah menyianyiakan 1 jam dalam hidupnya untuk menjadi santapan sang kala. Bumi tau kalau ia tidak boleh untuk terus diam. Ia harus bergerak untuk mimpinya dan dengan bergerak waktu akan menjawab semua.

Bumi mulai berdiri meninggalkan ranjangnya dan menuju ke mesin ketik kesayangannya. Berharap ada mimpi yang tersisa disetiap kertas yang akan ia gunakan. Ia bahkan sudah lupa kapan terakhir dirinya menggunakan mesin ketik tersebut. Mungkin ketika ia sedang menyusun thesis untuk kelulusannya. Bumi terdiam, mengelus setiap tuts mesin ketik tersebut. Terkadang ia ingin menekan salah satunya namun ia tidak ingin membuang – buang kertasnya. Masa lalunya yang sangatlah kelam membuat dirinya tidak bersemangat lagi menjalani hidupnya. Patah arang dan putus asa sudah ada dalam benaknya bahkan sempat terfikir untuk mengakhiri hidupnya, namun untung logika nya masih sedikit tersisa tidak termakan oleh perasaan putus asanya. Sejenak Bumi memikirkan orang tuanya. Bagaimana usaha mereka untuk membesarkannya dan mendidiknya. Bagaimana beban mereka untuk melepas kepergian nya demi mimpi – mimpinya. Semua pikiran tersebut hanya menjadikan hidup Bumi semakin terbebani. Namun Bumi percaya kalau semesta tercipta untuknya dan kegagalannya kini adalah sesuatu yang akan mengantarnya ke pintu kebahagiaan yang mutlak.

Bumi berdiri dan mulai mengemas beberapa pakaian. Bumi berharap mimpinya selanjutnya tidak akan terhenti oleh kejamnya waktu. Bumi pun meninggalkan kamar dan bangunan yang sudah menjadi saksi sejarah 5 tahun terakhirnya menuntut ilmu yang kini ia anggap sebagai sesuatu yang sia – sia dan tidak berguna. Bumi tidak punya tujuan, ia ingin menenangkan dirinya dari semua kisah yang telah diwasiatkan oleh sang kala kepadanya. Yang ia tau, dia harus segera mencari sesuatu yang baru dan untuk tidak berdiam di satu tempat yang sama.

Bumi berjalan melewati gang – gang kecil disekitar tempat tinggalnya. Ia melihat banyak anak kecil bermain disana. Betapa bahagianya mereka bisa bermain tanpa memikirkan beban hidup dan tantangan yang akan dihadapi kedepannya pikirnya. Ia terus berjalan. Ia melihat pengemis yang sudah paruh baya hanya menengadahkan tangannya ke atas. Bumi tidak mampu melihat wajahnya karena pengemis tersebut menunduk tidak peduli siapa yang telah memberikannya uang dan sepertinya ia sangat sedih dengan hidupnya. Bumi melewatinya, tidak jauh setelahnya Bumi bertemu dengan seorang pengamen. Ia bernyanyi sambil menepuk tangannya. Suaranya bahkan lebih cocok untuk dikatakan buruk dibanding dengan merdu. Namun walaupun demikian pengamen tersebut tetap membagikan senyum kepada semua orang yang lewat. Walaupun nyaris tidak ada yang memberikannya uang. Bumi merogoh kantongnya dan menemukan koin. Segera ia memberikan uang nya kepada pengamen tersebut.

Bumi terus berjalan sampai akhirnya ia lelah dan duduk di halte bus untuk bersitirahat. Bumi berencana untuk naik bus selanjutnya dan tidak peduli akan dibawa kemana dirinya. Ia hanya butuh petualangan yang baru kini. Tiba – tiba seorang anak lelaki paruh baya dengan baju kemeja, bercelana panjang menghampirinya lalu duduk disampingnya. Pria paruh baya tersebut tidak asing bagi Bumi hari ini. Beberapa kali Bumi berpapasan dengan pria tersebut pagi ini. Tiba – tiba pria tersebut mulai mengatakan sesuatu kepadanya

“Kenapa?”

Bumi menengok kearah pria tersebut mencoba mencerna semua perkataannya? Sekali lagi pria tersebut mengatakan hal yang sama?

“Kenapa?”

“Maaf tuan, apakah ada yang salah?” jawab Bumi

“Kenapa kau memberikan uang tersebut kepadanya?” balas pria paruh baya tersebut

“apa maksud anda?” jawab Bumi

“Kenapa kau memberikan uang tersebut kepada pengamen tersebut bukannya kepada wanita pengemis sebelumnya?”

Bumi mulai mengingat – ingat kejadian barusan. Ia bahkan sudah lupa kalau ia barusan memberikan uang kepada pengamen. Bumi sudah ikhlas dan melupakan hal tersebut. Namun jika diingat – ingat, Bumi memang bertemu dengan pria tersebut saat itu.

“Aku bahkan sudah melupakan uang itu.” Jawab Bumi

“Kenapa?”

pria tersebut tetap ngotot untuk mengetahui alasan Bumi memberikan uang kepada pengamen tersebut.

“Apakah hal ini harus diperdebatkan?” Jawab Bumi

“Aku hanya ingin tahu kenapa” Balas pria tersebut.

“Seandainya aku juga tahu kenapa, aku hanya ingin saja memberikannya uang.”

“Kenapa kamu lebih memilihnya dibanding pengemis tersebut?”

“Tuan, tidak semua hal di dunia ini harus dijawab. Kenapa burung terbang, kenapa ikan berenang, kenapa manusia memiliki akal dan bisa jatuh cinta, kenapa bumi bulat. Aku tidak tertarik untuk mengetahui semua alasan mengapa semesta seperti ini. Aku percaya semua terjadi karena demikian adanya. Soal uang barusan, apakah salah jika aku ingin memberikannya kepada pengamen tersebut? aku tau kalau pengemis tersebut terlihat jauh lebih patut untuk dikasihani. Namun apa salah jika aku ingin melewatinya saja? Aku rasa jika hidupnya semakin memburuk juga bukan salahku. Ia tidak berusaha dan hanya mengandalkan orang lain. Bahkan untuk menunjukan mukanya saja ia malu. Apakah salah jika aku menghargai senyuman tanpa pamrih yang diberikan oleh pengamen tersebut? Tuan, jika tuan memang ingin membantu pengemis tersebut silahkan saja. Aku tidak ingin memperdebatkan masalah ini.”

Bumi menarik nafasnya, dan dengan tenang menatap kea rah depan.

“Sekarang kau tau kenapa.” Jawab pria tersebut

Ketika Bumi menengok ke arah pria tersebut kembali, kini ia telah hilang. Entah ditelan oleh ruang atau waktu.

sheyeng

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar: