Banyak orang yang bilang kalo gue ini adalah seorang perantau. Pada awalnya, gue juga berpikir bahwa gue adalah seorang perantau, maklum... rumah gue sangat jauh dari tempat gue tinggal sekarang. Namun belakangan, gue merasa kalo sebenernya gue bukan anak rantau. Hidup gue sepertinya bisa dibilang terlalu enak disini. Semua serba ada, yah ga semua sih tapi bisa dibilang cukup lengkap. By the way, ini bukan soal gue...
Ini adalah cerita yang orang lain ceritain ke gue. Cerita soal anak rantau dari Sumatera Utara yang sedang gue cari tau siapa. Gue engga tau cerita ini benar atau engga. Anggap saja ini adalah cerita yang benar adanya.
Ini cerita soal mahasiswa kampus gue di angkatan 2011 yang jurusannya engga bisa gue sebut. Anggep aja namanya Budi. Budi dari kecil tinggal di Sumatera Utara, gue engga tau sih daerah pastinya dimana, tapi berdasarkan cerita yang dikasi ke gue, Budi tinggal di suatu daerah pedalaman yang ada disana. Dirumahya, Budi tinggal dengan Ibu dan 3 orang adiknya yang masih kecil. tidak ada berita ataupun info soal bokapnya. Sedari kecil, Budi sudah punya keinginan besar untuk menjadi orang yang hebat. Namun sayang, faktor keuangan selalu jadi penghambat Budi untuk maju.
Sampai pada akhirnya saat dia udah SMA, dia dilema apakah ingin melanjutkan kuliah atau engga. dia sangat ingin kuliah di tempat terbaik, tapi sayangnya biaya tidak memungkinkan. Budi panik dan linglung namun pertanyaan tersebut dijawab oleh pak RT. ya pak RT bukan Pak RW atau Pak Raden. melihat keadaan Budi yang susah tersebut akhirnya Pak RT dengan uang seadanya mengantar Budi ke Warnet terdekat untuk HANYA mendaftar tes penerimaan jalur tulis yang ada di kampus gue. untungnya pak RT masih punya sedikit uang juga agar Budi bisa melakukan tes di Jakarta. hari pertama di Jakarta dia kesasar, dia engga tau harus tes kemana.. Untungnya dia sampai di tempat tes dengan selamat. Selama di Jakarta, dia tidak pernah tidur di hotel yang mewah atau pun rumah saudaranya. Dia selalu tidur di masjid - masjid sekitarnya.
Akhirnya Budi pun kembali ke kampung sembari menunggu pengumuman tes tersebut. Ya,, kelanjutannya emang udah ketebak sih... Budi diterima di kampus gue. Namun masalah belum berakhir. Lagi - lagi kali ini masalah soal uang dan restu dari orang tuanya. Kalau hanya masalah uang, Budi mungkin masih bisa untuk minta ke pak RT lagi, namun ini masalah yang ada di rumahnya. Di rumahnya, ibunya sudah tua, dan dia punya 3 orang adik lagi yang masih sekolah. Siapa yang mampu membiayai sekolah adiknya jika dia tidak ikut kerja membantu ibunya?
Untungnya Pak RT memang bagaikan malaikat. Budi pun akhirnya bisa pergi meninggalkan desanya dengan sedikit lebih lega untuk mendaftar ulang dari uang yang dikumpulkan oleh warga desanya. Selama di Jakarta, Budi selalu tidur di masjid menunggu hari pendaftaran ulang datang. BTW, gue engga tau gimana cara dia makan selama hari tersebut. Akhirnya hari pendaftaran ulang pun tiba. Di kampus gue, setiap pendaftaran ulang ada semacam rangkaian acara dimana setiap mahasiswa baru yang tidak berasal dari JABODETABEK dipisahkan untuk bertemu dengan mahasiswa senior yang berasal dari daerah yang sama dengan mereka. Bukan tanpa tujuan, agar mereka tidak hilang di tanah rantau. Akhirnya Budi pun bertemu dengan paguyubannya. mendengar cerita dari Budi tentang dirinya, Paguyuban dari daerah Budi pun akhirnya merangkulnya dengan memperbolehkan Budi tinggal di tempat mereka.
Masalah Budi namun belum berakhir. Lagi - lagi masalah biaya, secara biaya hidup di ibukota terbilang besar. Budi pun akhirnya berusaha keras agar mendapat beasiswa dan hebatnya lagi, Budi setiap harinya berjualan donat di kampusnya. Hanya untuk bertahan hidup di ibu kota. Sampai, suatu hari dia mendapat beasiswa lagi buat kuliah di eropa, gue lupa daerahnya dimana, sebut aja swedia. Sekarang dia ada di Swedia, menikmati sedikit keberhasilannya setelah menderita sekian lama, namun ternyata masih ada masalah. *masalah mulu dah perasaan*
Iya, 4 tahun lagi adiknya akan kuliah. sedangkan hanya dia yang bisa membiayai kuliah adiknya nanti. Itupun jika dia sudah bisa mencari uang sendiri di negri orang. Untuk sekarang dia hanya masih mahasiswa biasa.
Jujur, gue engga tau cerita ini benar atau hanya kebohongan yang ingin didoktrinkan ke gue. Tapi seenggaknya dari cerita ini gue bisa sedikit belajar. Terkadang, gue berpikir hidup gue sebenernya udah terlalu enak selama disini. Tapi masih aja gue suka mengeluh dengan keadaan yang ada. Mungkin emang bener. terkadang saat seseorang sudah terlalu nyaman dengan keadaannya menjadikan dia tidak mau untuk berjuang dan meninggalkan zona nyamannya. Padahal setidaknya dia sudah punya modal yang lebih untuk berjuang. Mungkin itu sebabnya banyak orang yang dari bukan apa - apa sekarang menjadi orang yang hebat karena tidak ada zona nyaman yang mereka tinggalin.
Hidup emang berat, tapi lebih berat jika hanya diam dan melihat semuanya berjalan dengan salah.
0 komentar:
Posting Komentar